Upaya Pemkot Surabaya Selesaikan Surat Ijo, Sesuai Peraturan Hukum
editor : Andi SHM - Koord.Liputan 00:10 wib
Pakar Hukum Agraria dan Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Agus Sekarmadji memastikan, bahwa upaya yang telah dilakukan Pemkot Surabaya dalam menyelesaikan surat ijo itu sudah tepat sesuai aturan hukum. Khususnya, aturan terkait dengan pengelolaan barang milik daerah. Sebab, tanah IPT itu merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950.
”Nah, karena itu tanah IPT merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya, pengelolaannya harus berpedoman kepada Peraturan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah maupun Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yang pada prinsipnya tidak boleh merugikan keuangan negara/daerah,” ujar Agus.
Untuk itu apabila ada warga/pihak yang ingin menggunakan atau memanfaatkan tanah aset tersebut, harus ada landasan hukum serta membayar kompensasi maupun retribusi. Bahkan, ketika ada warga yang ingin memiliki tanah aset tersebut, harus membayar uang ganti rugi dan tidak bisa diserahkan dengan cuma-cuma.
”Jika tidak membayar uang retribusi atau tidak membayar uang ganti rugi, berarti itu kan merugikan keuangan negara, dan tentu itu menabrak ketentuan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah,” tuturnya.
Oleh karena itu, jika mencari solusi penyelesaian dari surat ijo, yang bisa dilakukan adalah perlu dilakukan revisi terhadap ketentuan pengelolaan barang milik negara/daerah, terutama terkait prinsip tidak boleh merugikan keuangan negara/daerah, sebagaimana PP Nomor 27 Tahun 2014, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
”Sepanjang peraturan itu belum diubah, Pemkot Surabaya tidak bisa melepaskan IPT itu tanpa ganti rugi, karena itu aset negara/daerah. Nah, jika ada pejabat yang berani melepaskan IPT itu tanpa ganti rugi, itu melanggar hukum. Sehingga, memungkinkan aparat penegak hukum untuk turun tangan. Siapapun kepala daerahnya, jika peraturan itu belum diubah, tidak mungkin bisa melakukan pelepasan aset itu dengan gratis atau tanpa ganti rugi,” ujar Agus.
Dia menjelaskan, pada Pasal 99 PP Nomor 27 Tahun 2014 diatur terkait ganti rugi dan sanksi. Sehingga, setiap pihak yang mengakibatkan kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena itu, Pemkot Surabaya sudah tepat tidak melepaskan aset tersebut secara cuma-cuma, karena sanksinya berat. ”Siapa yang berani kalau sanksinya begini? Solusinya ya memang pemerintah pusat harus mengubah peraturan,” jelas Agus, dilangsir newspantau Kamis (26/11/'20).
Sebelumnya, Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu memastikan Pemkot Surabaya sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan surat ijo tersebut. Pada prinsipnya, pemkot berupaya untuk menyelesaikan permasalahan atas tuntutan masyarakat selaku pemegang IPT (surat ijo). Namun, upaya penyelesaian yang dilakukan Pemkot Surabaya tidak bisa keluar dari peraturan hukum yang berlaku.
”Terhadap permasalahan izin pemakaian tanah (IPT), Pemkot Surabaya sudah melakukan upaya-upaya penyelesaian, baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Sebetulnya, pemkot juga ingin membantu masyarakat dalam menyelesaikan IPT. Tapi penyelesaian itu tidak boleh melanggar aturan yang lebih tinggi, supaya tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari,” tandas Maria. (tteh@caca).
Simak Video Menarik Iki :






