Tren Pil Koplo Gerogoti Remaja Ibu Kota Jatim, Senator Ning Lia: Keluarga Jadi Benteng Utama
Senator Lia Istifhama.
Surabaya, NewsPantau.com -- Fenomena penyalahgunaan pil koplo di kalangan remaja kian mengkhawatirkan. Bahkan telah menjadi ancaman nyata bagi masa depan generasi bangsa.
Penggunaan obat-obatan terlarang yang mudah dijangkau tersebut mulai menjelma jadi tren berbahaya. Selain merusak kesehatan fisik dan mental, juga terbukti menjadi pemicu tindakan anarkis.
Kekhawatiran tersebut mencapai puncaknya saat aksi demonstrasi yang berujung ricuh di Surabaya beberapa waktu lalu.
Aparat menemukan fakta bahwa sejumlah perusuh yang mayoritas berusia remaja terbukti berada di bawah pengaruh pil koplo.
Mereka menelan obat keras tersebut untuk meningkatkan keberanian dan menghilangkan rasa takut, yang pada akhirnya memicu tindakan brutal dan tidak terkendali.
Menanggapi fenomena yang meresahkan ini, anggota DPD RI sekaligus aktivis pemerhati anak, Lia Istifhama, menyuarakan keprihatinan mendalamnya.
Menurutnya, insiden di Surabaya adalah alarm darurat bagi semua pihak.
"Apa yang terjadi di Surabaya adalah puncak gunung es dari masalah yang jauh lebih besar. Penggunaan pil koplo bukan lagi sekadar kenakalan remaja, tetapi sebuah krisis sosial," ujar perempuan yang kini menjadi Politisi terpopuler di Jatim versi ARCI tersebut, Senin, 15 September 2025.
Menurut Ning Lia, para remaja tersebut merupakan korban dari berbagai faktor. Yakni, kurangnya pengawasan orang tua, minimnya ruang untuk aktivitas positif, serta masifnya peredaran obat-obatan ilegal yang menyasar mereka.
Karenanya, ia menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas terhadap para bandar dan pengedar harus menjadi prioritas utama. Namun, Ning Lia juga menyoroti pentingnya langkah-langkah preventif yang komprehensif.
Pihaknya mengakui, menyelamatkan remaja dari jeratan pil koplo bukanlah tugas satu pihak, melainkan panggilan tanggung jawab bagi seluruh elemen bangsa.
Sebelum lebih banyak lagi generasi muda yang hilang kesadaran di jalanan, Ning Lia mengajak untuk mengubah keprihatinan menjadi aksi nyata yang terkoordinasi.
“Penjara tidak akan cukup jika kita tidak memutus mata rantainya dari hulu. Keluarga harus menjadi benteng pertama dengan komunikasi yang terbuka,” kata Putri KH Maskur Hasyim itu.
“Selain itu, sekolah juga wajib mengintegrasikan pendidikan bahaya narkoba secara intensif dan relevan, bukan sekadar formalitas. Dan yang terpenting, pemerintah bersama masyarakat harus menciptakan lebih banyak wadah kegiatan positif yang terjangkau bagi remaja agar energi mereka tersalurkan ke hal yang benar," harap Ning Lia. *** @andi/nurf