Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Urgensi Pembelajaran Tatap Muka, Ini Kata Ning Lia Istifhama

Editor : GusWawan | 18:30 WIB

Dok.newspantau/istimewa.
Dr Lia Istifhama M.E.I, ketua III STAI Taruna Surabaya.
------------------------------------------------

News-Pantau.com, SURABAYA - Seperti diketahui, harapan untuk Segera menyaksikan Pembelajaran Tatap Muka digelar nampaknya belum bisa segera terpenuhi. Realitas ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama. Bukan an sich karena mengabaikan ancaman Covid-19, namun ada kecemasan yang begitu menyesak di dada ketika pembelajaran tatap muka tidak segera bisa dilaksanakan.

Sungguh, sejak pemberlakukan pembelajaran online (daring) setahun lebih di banyak wilayah Indonesia, patut menjadi perhatian orang dewasa. Terlebih, pembelajaran online dikaitkan dengan penggunaan gadget atau gawai oleh anak-anak yang tentunya belum sebijak kaum dewasa. Realita saat ini memang cenderung mengabaikan budaya pembatasan gadget untuk anak-anak yang pernah menjadi perhatian masyarakat internasional.

Seperti diketahui, pada 2017 lalu, Akademi Pediatri Amerika bahkan memberikan rekomendasi waktu maksimal bagi anak usia 2 hingga 5 tahun untuk bersentuhan dengan gawai hanya satu jam per hari. Itu pun orang tua harus memastikan anak menonton program berkualitas tinggi. Namun, pembelajaran yang dilakukan secara online, seakan ‘mematahkan’ budaya tersebut. Alih-alih mereduksi potensi kecanduan gadget, pembelajaran online justru menjadikan gadget sebagai basis utama proses belajar.

Bagi kaum dewasa yang memiliki kepedulian terhadap kelangsungan generasi penerus bangsa, tentunya hal tersebut menjadi perhatian. Mengingat, pemberlakuan pembelajaran online bukan sarana efektif penguatan pendidikan literasi, yaitu budaya membaca dan menulis anak-anak. Padahal sejatinya pendidikan bagi anak-anak yang mengenyam pendidikan PAUD, TK, SD, dan SMP, literasi adalah tonggak tercapainya pertumbuhan kognitif mereka.

Bagaimana anak-anak memiliki kemampuan dalam proses berpikir, yaitu kemampuan untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa, tak lepas dari literasi yang mereka dapatkan. Termasuk di dalamnya, kemampuan berpikir secara matematis dan menganalogikan peristiwa apapun yang mereka ketahui.

Kecerdasan otak adalah hal akan diikuti seiring dengan pengetahuan literasi yang didapatkan anak-anak. Oleh sebab itu, rasa khawatir akan kelangsungan potensi ’emas’ generasi penerus bangsa akan sirna jika pendidikan bagi mereka didapatkan secara efektif seperti halnya yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 31, bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.

Urgensi pembelajaran tatap muka bahkan diakui oleh Mendikbud Nadiem Makarim yang mengkiritisi bahwa Mal dan Sinema Sudah Buka, maka Sekolah Harus Tatap Muka (31/5/2021). Di Surabaya sebagai contoh, Bioskop telah dibuka sejak April 2021 lalu melalui keputusan pemerintah kota (melalui walikota Eri Cahyadi) merelaksasi Rekreasi Hiburan Umum (RHU) di Surabaya.

Fakta memang telah menunjukkan bahwa cukup lama kondisi berangsur normal sejak pandemi Covid 19, yaitu dalam hal aktivitas konsumsi masyarakat. Pusat perbelanjaan telah lama menunjukkan gairah perdagangan dengan potret-potret nyata ramainya mall serta beragam destinasi perbelanjaan. Kuantitas kendaraan di jalanan pun tidak bisa lagi dielakkan dengan potret kemacetan yang menjadi warna sehari-hari perkotaan.

Namun, pembelajaran berbasis ilmu tidak dijalankan di dalam sebuah mall maupun destinasi perbelanjaan bahkan hiburan lainnya, melainkan hanya didapat secara holistic dan tepat di dalam lingkungan sekolah. Di dalam sekolah-lah, anak-anak akan terjamin kuantitas waktu yang murni digunakan belajar tanpa sentuhan gaming (game online) melalui gadget.

Urgensi lain yang menjadi alasan tak terbantahkan mengapa pembelajaran tatap muka sangat penting, adalah penguatan character building (Pendidikan Karakter ). Seperti diketahui, Nilai-Nilai Pendidikan Karakter, adalah mencakup beberapa indikator: · 1. Religius · 2. Nasionalis · 3. Integritas · 4. Mandiri · 5. Gotong royong. Kelima indikator tersebut akan sangat mudah dicapai dengan pembelajaran yang secara nyata dilakukan dalam lingkungan sekolah.

Sekolah pula, yang merupakan lingkungan sosial sebagai pondasi contextual learning, yaitu pembelajaran berbasis kehidupan nyata. Dalam Sekolah, seorang pendidik sangat memungkinkan mengajari logika berpikir anak, tentang aktivitas agama anak, aktivitas afeksi dalam keluarga, dan aktivitas peduli dengan lingkungan sekitar, baik sesama teman sebaya maupun dengan makhluk sosial lainnya, yaitu binatang dan tumbuhan.

Selain itu, pembelajaran yang tetap dilangsungkan secara online, tidak akan mampu menghindari terbentuknya generasi bangsa yang asosial. Asosial dalam hal ini, adalah tidak adanya motivasi untuk melakukan interaksi sosial, atau lebih suka melakukan aktivitas sendiri. Sikap individu yang berlebihan, sangat berpotensi dimiliki generasi penerus bangsa jika di usia kanak-kanak, interaksi sosial tidak terbentuk sempurna oleh mereka.

Beragam dampak negatif gadget bagi siapapun yang tidak bijak menggunakannya, sudah jelas ditampakkan secara nyata saat ini. Framing negative, provokasi, hate speech (ujaran kebencian), penyebaran berita hoax, bullying, dan beragam potensi pelemahan karakter terhadap individu lainnya, telah nyata mudah dilakukan melalui media sosial. Kejahatan siber bukanlah hal yang dapat dipandang sebelah mata, jika kita melihat potensi dampaknya secara luas, yaitu terhadap karakter moral generasi penerus bangsa.

Pada akhirnya, tatkala kita berbicara pentingnya penyelamatan generasi dari istilah ‘lost generation’, maka disinilah peran kita untuk dapat ‘berbuat lebih’, yaitu dengan menguatkan pendidikan anak-anak.

Semua lapisan masyarakat tetap memiliki hak agar anak-anaknya menjadi ‘generasi emas’ bangsa ini, yaitu dengan menjadikan keluarga sebagai institusi terkecil, sebagai ‘lingkungan belajar’ dan ‘lingkungan sosial’ anak-anak, karena pembelajaran selama pandemi, bertumpu pada peran penting keluarga. Meski tentunya, kita semua pun berharap agar realisasi pembelajaran tatap muka segera terwujud dalam waktu dekat mengingat tenaga pendidikan telah menempuh vaksinasi.

Oleh : Dr Lia Istifhama M.E.I

           Ketua III STAI Taruna Surabaya.