Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diperpanjang Lagi! Relaksasi PPKM Darurat, Antara Urgensi Dan Harapan, Ini Kata Aktivis Jatim

Oleh : Dr Lia Istifhama, M.E.I

Dok.newspantau/istimewa.

News-Pantau.com, SURABAYA - Sah, perpanjangan PPKM telah diketuk palu pada 20/7/2021 tepat pukul 20.30 WIB melalui pernyataan yang langsung disampaikan oleh Presiden RI, Joko Widodo. Namun, perpanjangan yang diputuskan hingga 25 Juli ini, cenderung bersifat relaksasi. 

Presiden ke 7 tersebut terlihat berusaha mengambil kebijakan yang aspiratif, yaitu mengkombinasikan kebutuhan kesehatan dengan kebutuhan ekonomi. Meski begitu, polemik terkait PPKM Darurat, sekalipun dalam framing ‘relaksasi’, tetap saja menuai pro kontra. Oleh sebab itu, penting kiranya melakukan sebuah kajian holistik implikasi relaksasi PPKM Darurat, yaitu antara urgensi dan harapan.

PPKM Darurat Sebagai Self Reminder. Terlepas maraknya protes terhadap kebijakan serta beragam regulasi saat pelaksanaan PPKM darurat, dua kata tersebut tidak bisa diabaikan sebagai bentuk self reminder terhadap pandemi Covid 19 yang belum kunjung berakhir. Lonjakan Covid 19 yang tidak bisa ditepis seiring dengan naiknya kebutuhan saturasi oksigen dan Bed Occupancy Rate (BOR) di berbagai Rumah Sakit. Dengan begitu, kepedulian (awareness) terhadap Covid 19 memang harus menjadi fokus seluruh lapisan masyarakat. Meskipun, tidak dalam konteks menanam kepanikan.

PPKM Darurat ataupun istilah-istilah sebelumnya, seperti PSBB, PSBB Mikro, dan PPKM Mikro, dinilai efektif sebagai identitas bahwa negeri subur ini masih berada dalam situasi Pandemi (wabah). Diakui atau tidak, kebijakan-kebijakan tersebut telah membangun edukasi tentang pentingnya upaya-upaya preventif, yaitu menjalankan protokol kesehatan dan beragam ramuan tradisional produk UMKM yang dinilai meningkatkan imunitas tubuh.

Self reminder memang penting dan dibutuhkan agar tidak menjadikan publik terlena, dan sekali lagi, tidak dalam konteks membangun framing kepanikan (pesimis). Bahkan jika dikaitkan agama, saya kira semua agama pasti mengajarkan hal yang sama, yaitu keoptimisan di tengah menderita penyakit. Dalam Islam misalnya, dijelaskan sebuah hadis nomor 5395 yang dikutip kitab Shahih Bukhari: “Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi (Muhammad) SAW., beliau bersabda: “Kalau Allah menurunkan suatu penyakit, maka Allah juga menurunkan obatnya.”

Bagaimanapun, PPKM Darurat menuai harapan dari rakyat di tengah segala dampak sosial, moral, pendidikan, dan ekonomi akibat Pandemi yang mewabah sejak tahun 2020, yaitu menuju era normal. Sekalipun, PPKM Darurat yang telah berlangsung sejak 3 Juli di area Jawa Bali, harus diakui ‘jauh lebih fenomenal’ ketimbang PPKM dan PSBB sebelumnya. Pengetatan melalui regulasi ‘terlihat sangat tegas’ saat PPKM Darurat, terutama dalam pemberlakuan sanksi administratif, terutama berkaitan denda bahkan penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.

Regulasi tersebut tentunya memiliki maksud dan tujuan yang sangat mulia, yaitu bentuk pencegahan penularan Covid 19. Namun pelaksanaan di lapangan ternyata cenderung ‘efektif’ sebagai momok bagi para pelaku usaha, terutama sektor usaha mikro dan kecil, termasuk PKL (pedagang kaki lima). Diakui sangat efektif mencegah kerumunan, penerapan regulasi di dalam lapangan, cenderung menyisakan beragam kisah pilu bagi masyarakat pelaku usaha.

Harus digarisbawahi, bahwa telah setahun lebih, pelaku usaha ‘berpuasa’, yang dengan kata lain, mengalami penurunan pendapatan secara signifikan. Dan selama PPKM Darurat, puasa tersebut terlihat semakin kuat dengan adanya razia pelaku usaha. Beragam polemik tidak bisa dibantahkan saat pengetatan peraturan PPKM Darurat. Beberapa kejadian yang menyeruak dan menjadi perhatian publik, diantaranya dugaan penganiayaan oleh personel Satpol PP kepada seorang wanita yang merupakan pemilik warung kopi di Kabupaten Gowa, tindakan memaki-maki PKL, menyita rombong atau bahan dagangan yang dijual PKL, tindakan aparat Satpol PP menyemprotkan air dari mobil pemadam kebakaran kepada pedagang kaki lima di Semarang, denda penjual bubur sebesar Rp. 5 juta di Tasikmalaya, penyitaan tabung LPG milik sebuah warung kopi di kawasan Bulak Banteng, dan sebagainya. 

Harus menjadi kesepahaman bersama, jika kisah-kisah yang dinilai kurang humanis, pada akhirnya pun menjadi potret telah terjadi arogansi aparat saat razia PPKM dan sekaligus, menimbulkan trauma bagi pelaku usaha. Beragam komentar negatif dari masyarakat pun bermunculan, yang tentunya menjadi pembanding bahkan pelurus kebijakan menuju bijak dan humanis. Dan harus dijadikan sebuah konsensus, bahwa rakyat menghormati kebijakan pemerintah, termasuk tindakan penegakan PPKM darurat, namun tentunya, diimbangi dengan cara edukatif, persuasif, humanis sebagai tindakan preventif masalah baru, yaitu masalah-masalah sosial. 

Meski pada kenyataannya, tidak sedikit aparat yang telah menunjukkan pola humanis dalam menegakkan PPKM darurat, diantaranya turut membagikan sembako dan menunjukkan komunikasi yang ramah dengan PKL. Namun tentunya akan lebih bersifat humanisme jika aparat mengubah pola penegakan regulasi di saat relaksasi PPKM Darurat. Perubahan tersebut dapat dicontohkan, bahwa aparat menjaga di pos kamling dan turut berbaur dengan masyarakat setempat untuk memastikan ketertiban dan keamanan lingkungan. Termasuk diantaranya, membangun kepedulian mencegah kekerasan seksual bagi anak-anak serta kejahatan lainnya yang bisa berkembang di lingkungan sosial.

Pada akhirnya, pernyataan Presiden Jokowi yang disampaikan secara virtual pada 20/7, sangat menunjukkan sikap apresiatif dan telah menimbangkan aspirasi dari masyarakat. Hal ini terbukti dari relaksasi PPKM Darurat, diantaranya: pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok diizinkan buka setiap hari sampai pukul 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen; pasar tradisional selain yang menjual sembako diizinkan buka sampai pukul 15.00; PKL, toko kelontong, agen/outlet voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan, dan usaha kecil lain yang sejenis, diizinkan buka dengan sampai dengan pukul 21.00, warung makan dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka sampai pukul 21.00. Tentunya, kesemua jenis usaha tersebut memberlakukan protokol kesehatan ketat. Adapun menjadi harapan kita bersama, adalah agar lonjakan Covid 19 benar-benar dapat ditekan sehingga secara berangsur situasi bisa menuju new normal. 

Mari kita bangun optimisme bahwa segala kesulitan kelak akan ada kemudahan, seperti yang diterangkan dalam Q.S. Al Insyirah ayat 6: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(And/Hos).

Dr. Lia Istifhama, M.E.I

#aktivismudanahdliyinjatim

#ketuaIIISTAItarunasby

#ketuaDPDpthktijatim

#wasekMUIjatim