PPUU DPD RI Bahas Prolegnas Pemekaran Jawa Tengah, Provinsi Baru Banyumasan Masuk Sinyal
Editor : Andi SHM | 15.30 wib
Dr. Lia Istifhama anggota PPUU DPD RI saat memberikan sambutan pembahasan pemeran daerah Jawa tengah. Foto istimewa.
JAWA TENGAH, NewsPantau.com --- Wacana pemekaran wilayah Jawa Tengah kembali menguat setelah Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI memasukkan isu tersebut dalam pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Salah satu usulan yang kembali mencuat adalah pembentukan Provinsi Banyumasan, yang mencerminkan aspirasi kuat masyarakat di wilayah barat Jawa Tengah untuk memperkuat kemandirian pembangunan dan tata kelola daerah. Hal itu menjadi pembahasan dalam kunjungan PPUU (Panitia Perancang Undang-Undang) DPD RI ke DPRD Banyumas di wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan (JASELA).
Dalam rapat tersebut, PPUU DPD RI hadir Abdul Kholik, Graal Taliawo, Sewitri, Dr Lia Istifhama dan lain sebagainya. Hadir pimpinan dan alat kelengkapan DPRD Banyumas Imam Ahfas, S.Pd., M.Pd. – Wakil Ketua DPRD, Joko Pramono, S.E. – Wakil Ketua DPRD, H. Anang Agus Kostrad Diharto – Ketua Bapemperda dan Atik Luthfiyah, S.I.Kom. – Wakil Ketua Bapemperda Dari Sekretariat DPRD hadir Sri Utami, SH, Kepala Bagian Perundang-undangan.
Dalam rapat pembahasan Prolegnas bersama DPRD Banyumas, Ketua PPUU DPD RI Abdul Kholik menegaskan isu pemekaran wilayah Jawa Tengah, termasuk Banyumas, perlu dilihat dalam konteks sistem ketatanegaraan dan kewenangan legislasi DPD. Abdul Kholik menyampaikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan salah satu unsur penting pelaksanaan otonomi daerah. Peran dan fungsinya harus dioptimalkan agar sasaran Otoda yaitu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud di daerah. Berbagai aspirasi daerah dibahas seperti pembentukan Perda, Sosialisasi Perda, efektifitas pemerintahan di daerah, dan pemekaran daerah.
Hal tersebut relevan dengan agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas Prioritas) yaitu RUU Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yg saat ini disusun oleh DPD RI. “DPD saat ini tengah menyusun 7 RUU Prioritas yang akan dibahas bersama DPR dan Pemerintah,” jelasnya.
Wacana pemekaran wilayah Jawa Tengah juga menjadi agenda pembahasan baik pemekaran kabupaten/kota maupun pendekatan provinsi. Banyumas sedang mengusulkan pemekaran kota Purwokerto dan Banyumas Barat.
Soal pemekaran provinsi juga muncul dalam diskusi. Wacana pembentukan Provinsi JASELA (Banyumasan), sebagai upaya mengakselerasi dan mengatasi kesenjangan pembangunan di Jateng.
Kholik menegaskan RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat–daerah, pemekaran wilayah, dan perimbangan keuangan merupakan ruang kewenangan DPD sebagaimana diatur dalam Pasal 166 UU MD3. “PPUU mendorong agar pemekaran Jawa Tengah menjadi bagian Prolegnas 2025 sehingga dapat dibahas bersama DPR dan pemerintah,” jelasnya.
Wakil Ketua PPUU DPD RI, Graal Taliawo menanggapi pentingnya kesiapan kapasitas birokrasi daerah dalam wacana pemekaran wilayah, termasuk Banyumas dan rencana pembentukan Provinsi Banyumasan. Ia menegaskan bahwa pemekaran tidak hanya soal pembagian kekuasaan, tetapi juga bagaimana memastikan tata kelola daerah tetap bersih dan akuntabel.
Menurut Graal, persoalan korupsi bukan hanya terjadi di pusat, namun juga berpotensi muncul di daerah apabila tidak dibarengi pengawasan ketat.
“Kualitas birokrasi menjadi kunci. Korupsi tidak otomatis berhenti ketika kewenangan ditarik ke pusat atau diberikan ke daerah. Ribuan izin usaha pertambangan yang sempat dicabut, dan ratusan yang dibekukan Kementerian ESDM saja, proses aktivasi kembali juga problematis. Ini situasi yang tidak nyaman,” ujarnya.
Ia menambahkan, revisi sejumlah regulasi terkait kewenangan pertambangan sebelumnya juga disebut-sebut membuka celah praktik transaksional.
“Kemenangan kekuasaan, baik di pusat maupun daerah, tetap harus diawasi. Revisi undang-undang diharapkan membuat proporsi kewenangan lebih adil. Daerah tidak boleh menjadi ‘pengemis’ karena negara ini milik kita bersama,” tegas Graal.
Wakil Ketua PPUU, Sewitri, turut memberikan pandangan terkait kemampuan fiskal daerah. Ia menyebut bahwa anggaran pendapatan dan belanja Banyumas mengalami penurunan signifikan.
“APBD yang semula Rp 4,1 triliun turun menjadi Rp 3,79 triliun. Dengan beban wilayah yang luas dan kebutuhan pelayanan publik yang tinggi, kondisi ini membuat wacana pemekaran menjadi semakin layak dipertimbangkan,” kata Sewitri.
Anggota PPUU DPD RI, Lia Istifhama, juga menanggapi diskusi tersebut dengan menyoroti aspek pembangunan ekonomi di kawasan selatan Jawa Tengah.
“Menarik apa yang disampaikan Ketua PPUU Prof. Kholik. Jika berbicara semangat daerah untuk tumbuh dan memberi kemaslahatan, maka tol Trans-Jawa ke depan perlu menyentuh wilayah Jawa Tengah bagian selatan,” ujar Ning Lia.
Ning Lia menilai masyarakat Banyumas memiliki tingkat produktivitas ekonomi yang tinggi.
“Banyumas punya banyak perguruan tinggi, pelaku usaha sektor riil, dan aktivitas ekonomi yang terus berkembang. Ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut layak mendapat perhatian lebih dalam integrasi infrastruktur dan penguatan otonomi,” jelas senator asal Jatim tersebut.
Dr. Lia Istifhama bersama jajaran saat foto bareng di kantor DPRD Banyumas.
Sekedar diketahui, meski wacana pemekaran Banyumas telah bergulir sejak lama, realisasinya masih terhambat moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) yang diberlakukan pemerintah pusat.
Beberapa poin penting terkait pemekaran Banyumas yakni moratorium DOB membuat usulan pemekaran belum dapat diproses lebih lanjut. Masalah lainnya model Pemekaran yang Pernah Diusulkan seperti Kabupaten Banyumas Induk + Kota Purwokerto dan Kabupaten Banyumas Induk + Kabupaten Banyumas Barat + Kota Purwokerto.
Sebelumnya usulan itu telah disampaikan pada level provinsi, namun belum masuk dokumen legislasi formal. Maka dari itu, RPJPD Banyumas menegaskan pemekaran sebagai arah pembangunan jangka panjang. Dokumen 2025–2045 juga menyusun daya dukung untuk menuju tahapan pemekaran.
Raperda yang dibahas DPRD Banyumas tahun 2025 berfokus pada APBD Perubahan, RPJMD, dan penataan perangkat daerah belum menyentuh pemekaran.
Dalam beberapa usulan muncul rancangan struktur yakni dua Pengadilan Agama (PA), dua Pengadilan Negeri (PN), dua Kejaksaan dan Polresta (bukan Polres). Ini menunjukkan adanya konsep pemekaran Banyumas Barat dan Banyumas Kota.
Wacana pemekaran Provinsi Banyumasan dan pemekaran Kabupaten Banyumas masih hidup dan memiliki landasan perencanaan. Namun prosesnya terhenti oleh kebijakan moratorium DOB pemerintah pusat.
Pembahasan di PPUU DPD RI memberi sinyal bahwa pemekaran wilayah Jawa Tengah mulai kembali muncul dalam Prolegnas 2025. Meski demikian, realisasinya tetap membutuhkan keputusan politik negara untuk membuka kembali pintu pemekaran daerah.
Gagasan wilayah yang diusulkan masuk dalam cakupan Provinsi Banyumasan meliputi Kabupaten Brebes, Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen dan Kota Purwokerto (hasil pemekaran dari Kabupaten Banyumas)
Wilayah-wilayah ini merupakan bagian dari Eks Karesidenan Banyumas, dengan ikatan budaya, bahasa ngapak, serta karakter sosial yang serupa. Identitas Banyumasan yang kuat ini disebut-sebut sebagai modal sosial pembentukan provinsi baru. Purwokerto dinilai paling layak menjadi calon ibu kota karena telah menjadi pusat pendidikan, perdagangan, dan transportasi di wilayah barat Jawa Tengah. *** @andi/red

